A. DEFINISI PAJAK
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara lagsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
B. PUNGUTAN LAIN SELAIN PAJAK
1. Retribusi
Retribusi adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapat imbalan jasa (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan oleh pemerintah
Retribusi adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapat imbalan jasa (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan oleh pemerintah
Contoh : Retribusi tempat wisata, retribusi pasar
2. Sumbangan
Sumbangan ialah iuran dari satu pihak (orang atau badan) kepada pihak lain yang sifatnya sukarela
Sumbangan ialah iuran dari satu pihak (orang atau badan) kepada pihak lain yang sifatnya sukarela
Contoh : Sumbangan bencana alam, sumbangan HUT Kemerdekaan RI
C. FUNGSI PAJAK
1. Fungsi Budgeter
Fungsi Budgeter ialah pajak sebagai alat untuk memasukkan uang ke dalam kas negara untuk digunakan sebagai dana pembiayaan pengeluaran negara.
2. Fungsi Reguler
Fungsi Reguler ialah fungsi pengaturan dimana pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, pegaturan ini biasanya ditunjuk untuk mengatur sector swasta. Contoh : Pajak minuman keras ditinggikan agar rakyat tidak terlalu banyak menyukai miras, Pajak ekspor direndahkan/dihilangkan untuk merangsang atau memotivasi banyaknya ekspor.
D. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antar satu individu dengan individe lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci sebgai berikut :
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administrasi)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.
E. JENIS-JENIS PAJAK
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
4. Pajak Bumi dan Bangunan
5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
6. Bea Materai
F. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1. STELSEL PAJAK
a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pemungutan pajak didasarkan pada obyek (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
Stelsel nyata mempunyai kelebihan bahwa pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan
Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat di bayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada menurut anggapan maka wajib pajak harus menambahkan, sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
a. Asas Domisili (asal tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
3. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
a. Official Asessment System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewengang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
Ciri-ciri :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiscus
2) Wajib Pajak bersifat pasif
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiscus
b. Self Assesment System (diterapkan di Indonesia)
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
3) Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
c. With Holding System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib pajak
Ciri-ciri :
Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga (pihak selain fiscus dan Wajib Pajak)
4. TARIF PAJAK
a. Tarif Sebanding (Poporsional)
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh : Untuk penyeraha Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah paban akan dikenakan Paja Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.
b. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah RP3.000,00
c. Tarif Progresif
Penerapan tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh Tarif Pasal 17a UU PPh
Sampai dengan Rp50.000.000 tarif 5%
Diatas Rp50.000.000 s.d. Rp250.000.000 tarif 15%
Diatas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.000 tarif 25%
Diatas Rp500.000.000 tarif 30%
d. Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
H. PENGGOLONGAN PAJAK
Berdasarkan penyelenggaranya pajak dapat digolongkan menjadi :
1. Pajak Pusat, adalah pajak yang dikelola atau pemungutannya dilakukan oleh (aparat) pemerintah pusat untuk mengisi kas negara. Contoh :
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
b. Pajak Penghasilan (PPh)
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
e. Bea Materai
2. Pajak Daerah, adalah pajak yang dikelola atau pemungutannya dilakukan oleh (aparat) pemerintah daerah (Pemda Tk I atau Pemda Tk II) untuk mengisi kas daerah
Komentar
Posting Komentar